Rabu, 21 Agustus 2013

SAWARNA. Desa sederhana dengan maha karya yang tidak sederhana.

SA. WAR. NA.

Saya sengaja mengejanya dengan mata terpejam. Em, pasti sangat menyenangkan bila saya berada di sana. Ya. Saya belum pernah mengunjungi tempat yang sering disebut ‘surga tersembunyi’ itu. Menyedihkan. Tapi tak mengapa, kelak saya akan kesana. Saya janji.

Sawarna, saya baru mengetahui kalau ada sebuah maha karya Tuhan di daerah Banten, Indonesia ketika saya menonton satu acara di tivi. Acara yang membahas macam-macam hal menakjubkan. Dan hal pertama yang saya lakukan setiap kali melihat apa-apa yang menarik adalah berbagi kabar tersebut ke teman dekat saya, Putri. Benar, saya langsung mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya melalui sms. Ah, ternyata saya kurang update, Putri sudah lebih dulu tahu dan dia juga pengin banget ke sana. Tapi mungkin, kesempatan tersebut belum Putri maupun saya dapatkan. Kami berdua bermasalah dengan waktu dan keuangan. Ketika waktu liburan ada, kantong kami kering kerontang. Dan sebaliknya, saat dompet kami tebal, jadwal kerja saya penuh, begitu pula kuliah Putri yang enggak bisa di ganggu.

Sawarna .. melalui bola dunia-lah saya baru bisa mengenalnya. Dan mulai bercerita dengan imaji yang saya punya. Sebenarnya, ketika saya mendapatkan cc-an tentang #Terios7Wonders dari kakak cantik yang saya jumpai ketika mengikuti trip 1 day 5 island, @kikakikyw, saya agak heran, kenapa ini orang yakin pada kemampuan saya. Lalu saya mulai membaca apa-apa yang ada di dalam link yang di cantumkan di mention cc twitter saya. Ah, saya tidak mungkin bisa ikut kompetisi bergengsi ini. Bagaimana mungkin saya mampu bercerita tentang salah satu dari tujuh tempat yang tujuh-tujuhnya belum pernah ada yang saya kunjungi. It’s imposibble. Saya pun menutup kembali link tersebut.

Namun. Otak kecil saya seakan menolak keputusan tersebut, keputusan menyerah sebelum maju. Saya, yang ketika itu sedang berada di perjalanan menuju Bandung, 17 Agustus kemarin terus menerima pemikiran ‘coba enggak yah ?’
pertanyaan itu sileweran di benak saya. Saya pun kembali membaca persyaratan kompetisi itu. Dan, jeng .. jeng .. Tanpa pikir panjang, saya mencari semua data tentang sawarna. Saya memilih sawarna karena hanya tempat tersebut yang dekat dari domisili saya, dan mungkin hanya tempat tersebut yang cocok untuk kantong saya daripada ke-enam tempat lainnya. Saya mencoba menghubungi beberapa teman untuk menanyakan tentang obyek wisata tersebut, ternyata hanya satu orang yang pernah berkunjung kesana. Dan itu pun, teman dari teman saya. Saya dengan yakin meminta dokumentasi foto-foto miliknya sebagai bahan referensi, tapi sayang, ini jawaban yang saya terima ..

“temen gue udah 4x kesana, doi photographer, guide, pecinta alam, orang film juga. Begini jawabannya setelah gue minta fotonya .. .. Hush. Etika jurnalistik brow. Profesionalisme photography. Sory J

Nyesss. Perasaan itu yang saya rasakan ketika membaca balasan sms dari teman saya. Bagaimana ini ? Apa saya harus mengambil gambar dari mbah google ? tapi itu melanggar persyaratan. Tapi, bagaimana saya bisa bercerita kalau saya tidak memberikan gambaran kepada pembaca. Saya pun berniat untuk kembali mundur. Tidak akan mengikuti kompetisi tersebut. Ah, ada satu cara lagi, deadline masih dua minggu, saya masih mempunyai kesempatan untuk berkunjung ke lokasinya langsung, sawarna. Tapi lagi-lagi, sabtu malam minggu (24 Agustus 2013) saya masuk kerja. Dan itu hari wajib, bukan lembur. Enggak mungkin saya ke sana minggu pagi, sedangkan pukul 01.30 am saya baru sampai di rumah, dan senin pagi harus kembali bekerja. Sempat kepikiran mau absen, tapi momentnya kurang pas, dua minggu kedepan keputusan perpanjangan kontrak keluar. Ya, saya bekerja di Pabrik. Rencana itu pun saya batalkan. Seminggu ini, otak saya terus di sibukkan dengan satu nama, satu tempat dan satu obyek, sa .. war .. na.

Tapi tunggu ! Saya adalah seorang penulis. Ya .. walaupun masih amatiran, tapi saya adalah penulis sejati, yang akan tetap menulis sampai mati. Bukankah seorang penulis selalu bisa menuliskan, menceritakan hal-hal yang belum pernah di lakukannya. Bahkan banyak penulis yang sukses mendeskripsikan suatu kota meski ia belum pernah ke kota yang di maksud. Oke. Izinkan saya berperan menjadi seorang penulis dalam artikel ini.

Sebentar !

Syukurlah. Selalu ada jalan dalam sebuah impian, dan tidak pernah ada alasan untuk berhenti mengejarnya. Ada dua teman lain saya yang pernah kesana, saya menghubungi mereka malam rabu (20 Agustus 2013), dan hasilnya menggembirakan. Mereka membolehkan saya untuk memakai foto-foto mereka. Inilah yang di sebut jalan menuju impian. Selalu saja ada.

Sa. War. Na.


Maha karya Tuhan ini terletak di kota Rangkasbitung, kabupaten Lebak, Banten, Indonesia. Sawarna adalah nama sebuah desa, desa kecil dengan ragam keindahan yang besar. Ada pantai yang begitu menakjubkan tanpa sedikit pun terlihat cacat, ada gua yang meski terlihat menyeramkan namun begitu menarik perhatian, dan ada tumpukkan batu-batuan yang tanpa campur tangan manusia sudah terbentuk dengan penuh kesenian. Itulah istimewanya desa sawarna. Kata sawarna sendiri berarti satu warna. Entah apa artinya, tapi .. sawarna .. sewarna, satu warna, satu. Semua menjadi satu, kaya dan miskin, cantik dan buruk, hitam dan putih, preman dan ustad mungkin ? ya, intinya semua menjadi satu. Damai. Makna yang begitu luas dengan pengertian yang sederhana. Seperti kebanyakan desa lainnya, sawarna pun di huni oleh penduduk aslinya, yaitu suku Sunda.


Jalanan biasa yang menyimpan keindahan luar biasa.


Sudah saya bilang, sawarna adalah sebuah desa. Di sana pun ada kehidupan seperti desa-desa lainnya. Akan tetapi, sawarna memiliki kelebihan dengan pesona alam yang berbeda dengan desa-desa lainnya.

Pantai, keadaan yang mampu membuat seseorang merasa tenang hanya dengan mendengar desiran ombak yang begitu merdu serta sentuhan angin yang sukses membuat degup jantung ini berdetak lambat dan begitu menyejukkan, perlahan ketika dua mata ini terpejam, bibir ini bergerak pelan membentuk sebuah lengkungan. Ya, senyum kebahagiaan. Betapa, masih banyak hal kecil yang mampu membuat kita tersenyum bahagia, mensyukuri dan mengakui kesenian Tuhan salah satunya.


Ada gua, gua yang dikenal sebagai sarang kelelawar, itulah alasan mengapa gua tersebut diberi nama gua lalay. Lalay yang berarti kelelawar dalam bahasa Sunda. Gua yang mengalir air di permukaannya dengan kesan seram karena tertutup batu-batuan, tanpa cahaya pula. Akan tetapi begitu menarik perhatian, memang, terkadang yang menyeramkan itu tidak selalu mengerikan. Itulah pelajaran kecil dari gua.




Tidak berhenti pada gua, masih ada tanjung layar dan laguna pari. Lagi-lagi Tuhan memperlihatkan karya-Nya. Karya yang mampu membuat orang berkata ‘WOW’.

Sa. War. Na. Memenggalnya menjadi tiga suku kata sambil memejamkan mata ketika menyebutkannya mempunyai nilai seni tersendiri buat saya. Saya yang belum sempat menikmati pemandangan spektakuler tersebut. Tapi, hanya dengan mengeja kata Sa. War. Na. saya sudah dapat membayangkan apa yang akan saya nikmati jika saya berada disana. Begitulah cara seorang penulis menikmati hidup, dengan milyaran imajinasi dalam benaknya.

Homestay disana sudah tidak sulit lagi untuk di cari, tempat makan pun sudah dengan mudah dapat di jumpai. Makanan yang tersedia, tidak jauh beda dengan makanan-makanan di tempat wisata lainnya. Akan tetapi, apapun makanannya, kalau kita berada di tempat yang begitu indah, maka semua akan terasa berbeda. Ayam goreng dengan sepiring nasi yang kita makan di Restaurant ibukota terasa sangat nikmat saat kita memakannya di tengah desa sawarna. Dengan lantunan ombak yang silih berganti menyuarakan percikkan air yang bergelombang, dan ditemani hembusan angin yang menyejukkan semua penat di benak ini. Biarkanlah semua masalah percintaan itu sejenak saya lupakan, biarkanlah sederet kata-kata penuh perintah dari sang atasan di tempat saya bekerja itu di acuhkan, dan biarkanlah kehidupan yang tidak pernah pasti ini sejenak berada di genggaman saya. Di sini, di desa sederhana ini.

Akan tetapi, terkadang saya heran, begitu banyak keindahan-keindahan alam yang ada di Negara ini, Indonesia, masih banyak saja yang jauh lebih membangga-banggakan keindahan Negara lain. Apa hanya karena sosialita dan gengsi belaka agar terkesan ‘wah’ tujuan utama kita berwisata ? Bukan, kan.

17.504 pulau di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Lalu, yakin masih ingin jalan-jalan ke Negara lain ? Saya rasa tidak.

Dan sawarna adalah salah satu tempat yang wajib dikunjungi !

Oke. Oke. Tidak mau dikatakan sebagai ‘tukang bicara’, karena faktanya, saya belum sempat kesana. Janji. Saya akan kesana, kemudian kembali bercerita tentang apa yang saya lihat, apa yang saya dengar dan apa yang saya rasakan.


Sawarna kini tidak lagi cocok di sebut ‘surga tersembunyi’ karena pasalnya sudah banyak orang yang mengetahui persembunyiannya. Tapi sawarna adalah desa sederhana dengan maha karya yang tidak sederhana, itulah julukan yang saya berikan untuk maha karya Tuhan yang satu ini.





Foto milik Hafiz Darmawan dan Muhammad Reza Asril





@DaihatsuInd @VIVA_log #Terios7Wonders



2 komentar:

  1. Janji itu hutang loh, Hayo harus kesana :D

    BalasHapus
  2. wah..selamat ya udah masuk 25 finalis..semoga besok bisa ketemu di JIExpo.. :)

    BalasHapus